Khamis, 15 Mei 2008

Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sekali-kali akan bersetuju atau suka kepadamu (Wahai Muhammad) sehingga Engkau menurut ugama mereka (yang telah terpesong itu). Katakanlah (kepada mereka): "Sesungguhnya petunjuk Allah (ugama Islam itulah petunjuk Yang benar". dan Demi Sesungguhnya jika Engkau menurut kehendak hawa nafsu mereka sesudah datangnya (wahyu Yang memberi) pengetahuan kepadamu (tentang kebenaran), maka tiadalah Engkau akan peroleh dari Allah (sesuatupun) Yang dapat mengawal dan memberi pertolongan kepada mu”. ( Surah al-Baqarah: ayat, 120) Dalam menafsirkan al-Qur’an, seseorang mufassir dituntut menguasai beberapa cabang ilmu untuk dapat menafsirkan al-Qur’an, sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama’ Islam. Ia tidak memiliki sewenang-wenangnya untuk menafsirkan, bila ia tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menjadi seorang mufassir. Namun, sedar tidak sedar, umat Islam hari ini dikejutkan oleh pelbagai macam serangan arus pemikiran liberal, baik yang dilakukan oleh Orientalis maupun orang-orang Islam yang terpengaruh dengan pemikiran barat. Dalam ilmu tafsir, muncullah ilmu Hermeneutik, ilmu yang mula-mula diterapkan dalam menafsirkan Bible. Dan ilmu ini dipaksa untuk dapat diterapkan dalam menafsirkan kitab suci al-Qur’an. Salah satu serangan besar barat dalam bidang keilmuan Islam adalam masuknya Hermeneutik dalam study tafsir al-Qur’an. Ilmu Hermeneutik ini tidak asing lagi, terutamanya di Indonesia, sejumlah besar Universiti Islam telah menetapkan Hermeneutik sebagai mata kuliah wajib di Jurusan Tafsir Hadis dan beberapa jurusan lain. Jelasnya, ilmu penafsiran yang berasal dari tradisi di luar Islam ini, dulunya tidak dikenal oleh para ulama’ Islam. Jika ilmu ini diajarkan, tentu ada maksudnya, iaitu, ingin mengantikan atau memperkenalkan produk baru pada ilmu tafisr al-Qur’an. Masalah pengambilan metodologi asing, apalagi bermaksud hendak menggantikan ilmu tafsir al-Qur’an, tentu bukanlah masalah remeh, tapi ini masalah sangat serius, yang harus dikaji secara mendalam dan didiskusikan dengan para ulama’ dan cendekianwan Muslim lainnya. Dengan Hermeneutik inilah, akan menempatkan Islam dalam konteks sejarah, banyak aspek ajaran Islam dianggap Out Of Date yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai barat moden, dengan cara inilah, Islam akan mudah diubah-ubah dan disesuaikan dengan reality zaman yang belum tentu kebenaranya. Dengan Hermeneutik ini, tidak ada lagi ajaran Islam yang dipandang betul dan tetap. Maka hukum-hukum Islam yang selama ini sudah disepakati kaum Muslim boleh berubah, dengan Hermeneutik, boleh keluar produk hukum yang menyatakan wanita boleh kahwin dengan laki-laki non-Muslim, Arak menjadi halal, laki-laki punyai masa iddah seperti wanita, atau wanita punyai hak cerai sebagaimana laki-laki, atau kahwi homoseksual/lesbian menjadi halal, semua perubahan itu boleh dilakukan dengan mengunakan “tafsir kontektual” yang dianggap sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan itu lahirlah seperti Amina Wadud telah menjadi imam shalat jumaat di sebuah kateral di AS, tidak wajib jilbab saat shalat, Nasr Hamid Abu Zaid mengatakan bahwa jin dan syetan hanyalah mitos dan poligami hukumnya haram. Apa Itu Hermeneutik? Hermeneutik bererti tafsir, ia berasal dari bahasa Yunani, iaitu hermeneuin ( bererti menafsirkan). Istilah ini merujuk kepada seorang tokoh mitologi Yunani yang dikenal dengan nama Hermes (Mercurius), dalam mitologi Yunani, Hermes dikenal sebagai dewa yang bertugas menyampaikan pesan-pesan dewa kepada manusia. Dari tradisi Yunani, Hermeneutik berkembang sebagai metodologi penafsiran Bible, yang kemudia hari berkembang oleh teologi dan filosof di barat sebagai metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Kesan Hermeneutik 1. Relativisme Tafsir Relativisme Tafsir adalah fahaman tidak ada tafsir yang tetap. Semua tafsir dianggap sebagai produk akal manusia yang relative, kontektual, temporal (tidak kekal) dan personal. Seorang tokoh feminisme, iaitu Amina Wadud berkata “ tidak ada method (kaedah) penafsiran al-Qur’an yang sepenuhnya objektif. Masing-masing penafsir membuat pilihan yang subjektif” Berangkat dari fahaman relativisme ini, maka tidak ada lagi satu kebenaran yang boleh diterima, semua manusia boleh salah. Tidak ada yang bersifat qat’i, semuanya adalah zanni. 2. Mencela Ulama’ Islam Para pendukung method ini juga tidak segan-segan memberikan tuduhan yang membabi buta terhadap para ulama’ Islam yang terkemuka, seperti Imam al-Syafe’I, para mufassir, muhadditsin, dan para ulama’ usul al-Fiqh. 3. Dekontruksi Konsep Wahyu Sebagian pendukung Hermeneutik memasuki wilayah yang sangat rawan dengan mempersoalkan dan menggugat keshahihan al-Qur’an, iaitu kitab lafaz dan makna dari Allah swt. Semoga dengan risalah yang ringkas ini boleh memberikan sedikit manfaat kepada kita dalam perkembangan tradisi keilmuan Islam. Sekian Wassalam. - Dipetik dari buku Hermenuetika & Tafsir al-Qur’an, karya Adian Husaini dan Abd Rahman al-Baghdadi (Gema insani) cet 1, 2007.
Posting By Arrohok.

Tiada ulasan: